Pacaran dan Taaruf di Era Modern
Pacaran
Pacaran menurut istilah KBBI adalah kata verba (kata kerja) dari kata pacar. Yang artinya, berkasih-kasihan atau bercinta-cintaan. Pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Memiliki kekasih berarti mempunyai pacar.
Pacaran menurut adat di nusantara, adalah diambil dari sejarah Melayu. Sebagaimana yang dikutip dari sebuah situs: pacar itu sebenarnya berasal dari sebutan pewarna kuku atau serung disebut oleh orang Melayu zaman dahulu dengan sebutan “Inai”. Zaman dahulu, di Melayu, apabila ada seorang pemuda yang tertarik pada seorang gadis, pria tersebut akan menyinggahi tempat kediaman gadis yang dia inginkan dengan mengirimkan tim pantun ke kediaman gadis tersebut.1
Apabila pantun yang dibawakan oleh tim pantun dari pihak pria tersebut disambut oleh pihak gadis, maka selanjutnya kedua orang tua gadis mapun pria akan memakaikan pacar “Inai” kedatangan pemuda dan gadis tersebut. Setelah dipakaikannya pacar di tangan keduanya, pemuda dan gadis tersebut sudahlah bisa dibilang memiliki hubungan.
Namun hubungannya ini hanyalah tahap awal, umur pacar (Inai) yang dipasangkan di tangan kedua pasangan tersebut, pada umumnya berumur sekitar tiga bulan. Ketika pacar tersebut luntur, sang pemuda diharuskan menemui pihak keluarga gadis untuk membicarakan hubungan selanjutnya. Apabila sang pria tidak kunjung datang ketika pacar tersebut sudah luntur, sang gadis berhak untuk memutuskan hubungan dengan pria tersebut.
Apabila sang pemuda datang ke tempat gadis di waktu yang telah ditentukan (seumur pacar yang menempel di kuku), maka berulah akan berlanjut kehubungan selanjutnya, yaitu lamaran.
Pada saat lamaran itulah mula pembicaraan pernikahan dimulai.
Namun sebab bergesernya zaman, praktik pacaran lama mengalami transisi secara signifikan. Semula pacaran sebagai mediasi permulaan peminangan, kini lebih menunjukkan modus percintaan dan pergaulan bebas. Ditandai kebebasan berduaan, pegangan tangan, ciuman bahkan sex bebas di luar nikah. Ya, kayak film-film ala barat itu loh. Semua pasti tahu kan?
Sangat sedikit pacaran lebih merujuk ke pernikahan lebih serius. Yang berlangsung, justru lebih banyak hubungan tanpa status. Ya, seperti kata dari awal, modus percintaan. Dimana percintaan beralur putus nyambung, putus nyambung, hingga berujung tidak jadi menikah. Putus nyambung sepuluh kali pun tidak menjadi menikah. Loh kok, putus nyambung sih? Katanya cinta suci, tapi cinta kok putus nyambung. Ih, emangnya cinta mainan layangan apa? Cinta dibuat putus nyambung.
Sudah terbukti nyata loh, Sob. Gara-gara pacaran berefek gangguan psikis. Tak mampu menahan sakit hati, bunuh diri dianggap jalan terbaik. Dia sudah merasa tidak punya harapan lagi. Seakan, tidak memeroleh harapan cinta malah memeroleh petaka. Kamu mau ikutan bunuh diri? Wah, jangan dong, Sob. Sayangi dirimu ya!
Ada yang lebih miris lagi loh. Kasus pacaran bertahun-tahun sampai tidak jadi menikah-nikah. Salah satunya harus menikah dengan orang lain karena tiada restu orang tua. Atau, cinta keduanya sama-sama memudar. Atau, cinta salah satunya sudah tidak lagi segar. Atau, salah satunya dijodohkan dengan orang lain oleh orang tua. Aduh, sakit, Sob, sakit! Waduh! Tak kebayang deh, gimana rasanya cinta pernah bersemai pun menjadi milik orang lain. Cinta sudah terlanjur tertanam di hati, justru akhirnya terpisah karena terhalangi badai. Tidak merasakan manisnya cinta, malah rasa pahit menjadi sarapan. Hiks…! Jadi ikut baper nih!
Taaruf
Taaruf dalam KBBI artinya perkenalan. Menurut Wikipedea, taaruf adalah kegiatan berkunjung ke rumah seseorang untuk berkenalan dengan penghuninya. Taaruf dapat menjadi langkah awal untuk mengenalkan dua keluarga yang akan menjodohkan salah satu anggota keluarga. Taaruf dapat pula dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke pernikahan.
Nyaris selaras dengan penjelasan Wikipedia, adalah taaruf menurut Islam. Taaruf berasal dari kata ta’aarafa.
Allah berfirman (yang artinya), “Hai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal (ta’arofu) ….” (Q.S. Al Hujurat: 13)
Kata li ta’aarafuu dalam ayat ini mengandung makna bahwa tujuan dari semua ciptaan Allah adalah agar kita semua saling mengenal satu sama lain. Arti taaruf itu mirip dengan makna berkenalan. Setiap kali kita berkenalan dengan seseorang, siapa pun itu, dapat disebut sebagai taaruf. Taaruf dianjurkan di dalam Islam, terutama untuk mempereratkan tali persaudaraan antarsesama muslim. Akan tetapi, arti taaruf antara lawan jenis mempunyai batasannya tersendiri, misalnya tidak diperbolehkannya ikhtilat (pencampurbauran antara laki-laki dan perempuan) dan khalwat (berdua-duaannya seorang laki-laki dengan seorang perempuan). Arti taaruf yang dianjurkan dalam Islam adalah perkenalan dalam batas-batas yang sesuai dengan syariat.2
Mimin lanjutkan, secara umum, taaruf ini dapat digunakan untuk berkenalan dengan siapa saja yang tidak pernah dikenal. Namun, secara spesifik, taaruf berkaitan dengan ritual dua pihak antara seorang lelaki dan perempuan untuk mewujudkan perjodohan. Praktiknya, si lelaki beserta walinya mendatangi rumah si perempuan dalam rangka perkenalan secara serius. Jika ada kecocokan di antara dua insan lain jenis tersebut, boleh melanjutkan peminangan. Jika sebaliknya, perjodohan itu boleh dibatalkan.
Bolehkah pacaran setelah pertunangan? Wah, jangan dulu dong. Bisa dibilang modus juga tuh. Halalin dulu, baru boleh pacaran. Hehehe. Lanjut.
Meskipun dari awal sudah memenuhi syarat sesuai adat Islam, dari taaruf sampai meminang, kedua calon mempelai tidak boleh bertemu dan berjalan berduaan semena-mena, berpandangan bebas, apalagi bersentuhan. Sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali setan akan menjadi yang ketiga“ (HR at-Tirmidzi: 2165. Ahmad: 1/26, dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani)
Nah, dua insan bukan mahram berjalan atau duduk beduaan di tempat sepi penuh resiko, Sob. Pertama, selain berdua, ada lagi yang menjadi ketiga yang namanya setan. Setan akan mengusik dua insan suci itu agar terjerumus ke jurang kehinaan, yakni, zina.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,” (al-Israa’: 32)
Kedua, dua insan bukan mahram berjalan atau duduk berduaan di tempat sepi mudah terjerumus prasangka buruk (fitnah). Terlebih, dalam sosial masyarakat sekitar kita, lelaki dan perempuan bukan mahram berduaan di tempat sepi, mereka dianggap melanggar aturan moral. Dicoret jelek deh. Mau? Tentu tidak mau dong. Siapa sih ingin harkat martabatnya tercoreng? Tidak ada bukan?
Wah, kalau begitu, tidak bisa bebas dong? Yang asyik itu kan yang bebas? Ih, enak aja. Mau bebas mulu. Halalin dulu, baru boleh bebas sentuh sesuka-suka hatmu. Jika sudah halal, Allah pun ridho, mertua senang, sang mempelai bagaikan di alam surga. Gampang kan?
Kesimpulan
Pacaran dan taaruf adalah dua tradisi yang sama-sama mempunyai presentasi masalah hubungan dua anak manusia lain jenis. Namun di sini, ada perbandingan model yang memang perlu dicermati. Yakni: pacaran merupakan mediasi hubungan dua insan lain jenis yang sama-sama saling suka secara bebas. Taaruf adalah salah satu mediasi langkah awal (perkenalan) perjodohan dua insan lain jenis secara dibatasi oleh tradisi agama Islam. Dua tradisi itu sama-sama memiliki presentasi sama, tapi beda dalam segi keefektifan dan pencapaian.
Sejak peradaban manusia di tanah nusantara, kedua tradisi ini sudah menjadi kultural secara signifikan. Akan tetapi, di era modern ini, keduanya sudah tidak menjadi daya tarik secara utuh. Misalkan, pacaran sudah tidak berbentuk adat lama (Melayu) karena pengaruh budaya luar (pergaulan bebas). Begitu pun taaruf dianggap sudah tidak level untuk era kemajuan. Tak ayal pun keduanya sudah dianggap tradisi usang atau kurang update di era kekinian, sehingga muncul cemoohan-cemoohan di kalangan masyarakat modern untuk melemahkannya. Padahal, secara teoritis dan praktis, dua tradisi ini sudah terbukti lebih efektif daripada tradisi modern (tradisi modus percintaan). Terlebih, bagi kawula muda masa kini*
Terima Kasih Telah Berkunjung
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel Pacaran dan Taaruf di Era Modern ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel Pacaran dan Taaruf di Era Modern ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
Terimakasih apresiasinya. Salam silaturrahmi.
BalasHapus