Demi Ramadan

Ilustrasi: pixabay
Sekali lagi Pak Rahmad melihat kalender di dinding rakitan bambu gubuknya. Dia menghitung hari yang menunjukkan Bulan Ramadan semakin dekat. Kemudian kembali beringsut dan menduduki kursi bambu yang sudah reyot di emperan gubuk itu.
“Besok kita akan menjual dua kambing kita,” katanya setelah bersandar dengan wajah kalu.
“Untuk apa, Pak?” sahut istrinya, Amina di dalam dapur.
“Ramadan sudah dekat, pastinya bahan pokok bakal naik semua.”
“Kambing itu harta kita satu-satunya, Pak. Lebaran pakai apa?”
Lelaki itu bangkit dan bersandar di pintu depan, menatap halaman malam. Dia tercenung dalam sekian lamanya. Setelah dia pikir, ada benarnya kata istrinya. Namun di lain sisi, apa yang dia punya selain itu. Hasil pertanian saja belum mencukupi biaya hidup setiap harinya. Mana lagi untuk biaya putra pertamanya setelah kembali ke pesantren selepas bulan puasa. Dan putra yang kedua sedang sekolah MI kelas tiga. Semuanya membutuhkan biaya besar.
“Kata kyai,” Zulfan ikut berbicara di sisa kursinya, “asal selalu ikhlas melakukan ibadah, kita tidak perlu mengkhawatirkan tentang rezeki di bulan puasa. Insya Allah pasti ada gantinya.”
Pak Rahmad kembali memutar tubuhnya dan berkata, “Nah …, itu dengar kata putramu, Bu. Kita jangan khawatir.”
“Terserah lah,” kata perempuan itu.


*Flash Fiction/Cermin ini pernah menang peringkat 3 lomba FF Bogor, yang diadakan oleh Bunda Naning Pranoto tahun 2014.
Terima Kasih Telah Berkunjung
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel Demi Ramadan ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda

0 Response to "Demi Ramadan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel